Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya resmi menerbitkan mekanisme baru untuk skema bagi hasil minyak dan gas bumi (migas) yang menggunakan kontrakĀ Gross Split. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 tahun 2024 tentang kontrak bagi hasil gross split.
Beleid yang diteken pada 6 Agustus ini bertujuan untuk pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berdasarkan kontrak bagi hasil yang berorientasi pada peningkatan efisiensi dan efektivitas pola bagi hasil produksi migas. Yang perlu mengatur bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok kontrak bagi hasil tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi.
“Bahwa Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split sudah tidak sesuai dengan perkembangan iklim investasi dan dinamika kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, sehingga perlu diganti,” bunyi Permen tersebut dikutip, Selasa (20/8/2024).
Di dalam Bab II Pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa kontrak bagi hasil gross split menggunakan metode bagi hasil pembagian gross produksi dengan mekanisme:
a. untuk ketentuan-ketentuan pokok pengusahaan Migas Konvensional, menggunakan bagi hasil awal (base split) yang disesuaikan berdasarkan komponen variabel dan komponen progresif.
b. untuk ketentuan-ketentuan pokok pengusahaan Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional, menggunakan bagi hasil awal (base split) yang disesuaikan berdasarkan komponen variabel tetap Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional.
Bagi hasil awal (base split) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 digunakan sebagai acuan dasar dalam penetapan dan penyesuaian bagi hasil pada saat penetapan bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok Kontrak Kerja Sama, persetujuan rencana pengembangan lapangan, dan penetapan perpanjangan Kontrak Kerja Sama atau pengelolaan Wilayah Kerja untuk Kontrak Kerja Sama yang akan berakhir.
Pada Pasal 7 ayat 1 berisi bahwa Menteri menetapkan besaran bagi hasil berdasarkan pertimbangan dan rekomendasi dari Kepala SKK Migas. Adapun, besaran bagi hasil ditetapkan sebagai bagian dari:
a. persetujuan rencana pengembangan lapangan yang pertama.
b. penetapan perpanjangan Kontrak Kerja Sama atau pengelolaan Wilayah Kerja untuk Kontrak Kerja Sama yang akan berakhir.
“Untuk rencana pengembangan lapangan selanjutnya, besaran bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) ditetapkan oleh Kepala SKK Migas sebagai bagian dari persetujuan rencana pengembangan lapangan selanjutnya,” isi Pasal 7 ayat 3.
Kemudian di dalam Pasal 8 ayat 1 berisi bahwa penyesuaian besaran bagi hasil dilaksanakan secara berkala dan sewaktu-waktu apabila diperlukan berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh SKK Migas dan disertai data dukung yang memuat perbedaan atau perubahan nilai komponen variabel dan/atau komponen progresif.
Bisa Tambah bagi hasil
Sementara itu, di dalam Bab III pasal 11 ayat 1 terkait tambahan persentase bagi hasil disebutkan bahwa dalam hal perhitungan komersialisasi lapangan atau lapangan-lapangan tidak mencapai nilai keekonomian proyek, Menteri dapat memberikan tambahan persentase bagi hasil kepada Kontraktor.
“Dalam hal perhitungan komersialisasi lapangan atau lapangan-lapangan melebihi kewajaran nilai keekonomian proyek, Menteri dapat memberikan tambahan persentase bagi hasil untuk negara,” bunyi pasal 11 ayat 2.
Sebelumnya, Mantan Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan akan menyederhanakan komponen Gross Split sehingga dalam pelaksanaannya lebih implementatif. Terobosan ini dilakukan demi menumbuhkan daya tarik Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Sejalan dengan itu, Pemerintah juga tengah membenahi sejumlah kebijakan, seperti merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2017 dan PP Nomor 53 tahun 2017 terkait perpajakan hulu migas dan pembebasan indirect tax, termasuk PBB tubuh bumi tahap eksploitasi.
“Kita akan memberikan insentif di kegiatan hulu migas dengan Keputusan Menteri untuk membuat keekonomian KKKS menarik. Kita juga memberikan insentif agar Internal Rate of Return (IRR) dan produk indeksnya bisa terjaga. Kemudian kita (ada skema) fleksibel. Bisa dari yang tadinya Gross Split ke Cost Recovery. Dulu kan kewajibannya harus gross split, tapi ternyata gross split itu resikonya banyak di KKKS,” kata dia dikutip Senin (5/8/2024).
Menurut Arifin, ketika KKKS memilih skema Gross Split, terdapat persoalan mengenai penetapan harga. Terutama, saat anggarannya ditetapkan sendiri, terdapat eskalasi mengenai harga barang-barang.
“Mereka nunggu dulu sampai barang ini turun lagi. Ini kan barang turun, bisa naik, bisa turun. Jadi kalau misalnya gak turun-turun ya gak dikerjakan. Ini yang akan menjadi hambatan untuk berproduksi,” ujar Arifin.
Permen New Gross Split sendiri telah menyederhanakan komponen variabel, dari 10 menjadi hanya 3. Selanjutnya pada komponen progresif juga disimplifikasi, dari 3 komponen menjadi 2 komponen saja. Tambahan split bagi kontraktor lebih menarik juga diberikan hingga mencapai 95%, termasuk untuk Migas Non Konvensional.
“Permen ESDM soal New Gross Split, hari ini sudah diterima, sudah di-approve, disetujui oleh Bapak Presiden. Sudah dapat surat dari MenSeskab, jadi sudah disetujui Presiden,” ungkap Arifin.