Nilai tukar rupiah ditutup perkasa di hadapan dolar Amerika Serikat (AS)setelah indeks dolar AS melemah pasca kemenangan calon presiden (capres) Partai Republik, Donald Trump, dalam pemilu AS.
Melansir data Refinitiv, rupiah ditutup melesat hingga 0,60% ke level Rp15.730/US$ pada akhir perdagangan Kamis (07/11/2024). Sepanjang hari, nilai tukar rupiah berfluktuasi di rentang Rp15.805 hingga Rp15.730/US$.
Sementara itu, indeks Dolar AS (DXY) tercatat melemah 0,24% pada pukul 15.00 WIB, di posisi 104,83, turun dari posisi penutupan sehari sebelumnya yang berada di 105,08. Pelemahan ini menjadi salah satu pendorong utama menguatnya rupiah hari ini.
Melemahnya indeks dolar AS sebagai penopang menguatnya rupiah terjadi pasca kemenangan calon presiden (capres) dari Partai Republik, Donald Trump. Pada Rabu (6/11/2024) sekitar pukul 5.30 waktu setempat atau 17.30 WIB, Trump mengamankan 277 suara electoral.
Kemenangan ini sempat mendorong indeks DXY melonjak signifikan sebesar 1,61% pada penutupan perdagangan kemarin, namun sehari setelahnya kembali melemah.
Head of Treasury & Financial Institution Bank Mega, Ralph Birger Poetiray, menyatakan bahwa ia optimis bank sentral AS (The Fed) akan tetap melanjutkan kebijakan normalisasi suku bunga, yang diharapkan bisa menekan nilai dolar AS lebih lanjut dan mendukung penguatan Rupiah ke depan.
Lebih lanjut rupiah menguat juga didorong oleh sentimen positif terkait peningkatan cadangan devisa Indonesia yang mencapai rekor tertinggi US$151,2 miliar pada Oktober 2024.
Kenaikan cadangan devisa ini memberi tambahan ketahanan ekonomi bagi Indonesia dan meningkatkan kepercayaan investor.
Menurut Fithra Faisal Hastiadi, Ph.D, Senior Economist dari SSI Research, Cadangan devisa yang tinggi menunjukkan kemampuan Indonesia dalam menutupi kebutuhan impor selama lebih dari enam bulan dan membayar kewajiban utang luar negeri.
Cadangan devisa ini tidak hanya menjadi jaring pengaman finansial, tetapi juga penting untuk menjaga kepercayaan investor di tengah tekanan global dan menjaga stabilitas ekonomi.
Ia juga menambahkan bahwa dengan posisi cadangan yang kuat ini, Bank Indonesia memiliki ruang yang cukup untuk menjaga kebijakan suku bunga acuan, meskipun terdapat tekanan geopolitik yang mempengaruhi nilai tukar Rupiah.
Cadangan devisa ini juga diharapkan dapat menjadi bantalan terhadap potensi guncangan global, seperti pergerakan modal atau volatilitas harga komoditas, yang dapat berdampak pada ekonomi nasional.