Eskalasi di Timur Tengah yang melibatkan Israel terus meluas. Terutama perang yang kini terjadi antara Israel dan Hizbullah, milisi bersenjata di Lebanon.
Bahkan dalam update terbarunya, Jumat (27/9/2024), pemerintah Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menyebut tidak akan menghentikan serangannya meski korban jiwa telah menembus angka 700 jiwa. Tel Aviv terus bersumpah untuk terus memerangi militan Hizbullah habis-habisan hingga menang.
“Tidak akan ada gencatan senjata di utara,” kata Menteri Luar Negeri Israel Katz dalam sebuah posting di X, dikutip dari AFP.
“Kami akan terus berperang melawan organisasi teroris Hizbullah dengan seluruh kekuatan kami hingga kemenangan dan warga utara kembali ke rumah mereka dengan selamat,” tambahnya.
Hal sama juga dikatakan kantor Netanyahu. Pemerintahannya bahkan enggan menanggapi usulan gencatan senjata yang diberikan sekutunya sendiri Amerika Serikat (AS) bersama Prancis serta sejumlah negara lain seperti Kananda, Australia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA).
“Itu adalah usulan Amerika-Prancis, yang bahkan belum ditanggapi oleh perdana menteri,” kata kantornya dalam sebuah pernyataan resmi.
“Pemerintah telah memerintahkan tentara untuk melanjutkan pertempuran dengan kekuatan penuh,” tambahnya merujuk perang penghabisan ke Hizbullah.
Sementara itu, berbicara kepada para prajurit dan komandan di pangkalan udara di Israel tengah, kepala angkatan udara Mayor Jenderal Tomer Bar mengatakan persiapan sedang dilakukan untuk kemungkinan operasi darat. Ia menambahkan angkatan udara kini berupaya mencegah transfer senjata ke Hizbullah dari Iran.
“Kami pada dasarnya bersiap bahu-membahu dengan Komando Utara untuk kemungkinan manuver darat. Kami sedang mempersiapkan pengaktifannya jika perlu,” kata Bar.
“Kami saat ini berada di Lebanon untuk mencegah kemungkinan transfer senjata dari Iran mengingat apa yang telah kami ambil dari Hizbullah,” tambahnya.
“Misi ini menjadi prioritas utama karena Nasrallah dan kemampuan Hizbullah untuk pulih dari apa yang terjadi pada mereka beberapa hari lalu bergantung pada jalur terbuka yang datang dari Iran.”
Dari laman yang sama, serangan terbaru militer Israel kemarin menargetkan sekitar 75 target di Lebanon Selatan dan Lembah Bekaa. Dilaporkan sebanyak 20 orang tewas.
Serangan keempat Israel dalam seminggu terakhir tersebut juga menewaskan kepala unit pesawat nirawak Hizbullah. Total 60 orang telah tewas di seluruh negeri selama 24 jam sebelumnya, yang menjadikan total nyawa melayang menjadi 700 orang.
Menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi, sekitar 118.000 orang telah mengungsi akibat pertempuran di Lebanon sejak Senin. Bagi sejumlah warga yang tinggal antara perbatasan Israel-Lebanon, kekerasan tersebut telah memicu kenangan pahit tentang perang tahun 2006 antara Hizbullah dan Israel yang menewaskan 1.200 orang di Lebanon, sebagian besar warga sipil, dan 160 warga Israel, sebagian besar tentara.
“Ini adalah salah satu malam terburuk yang pernah kami alami,” kata salah seorang warga bernama, Fadia Rafic Yaghi, 70 tahun.
Warga lainnya bernama Hassan Slim menyebut ia tidak menyangka situasinya begitu cepat hingga peperangan muncul antara kedua pihak. Ia mengaku harus melarikan diri ke Suriah untuk menghindari perang.
“Sekarang perang sudah di depan pintu kami dan kami harus melarikan diri,” ucapnya.
Di sisi lain sebanyak 40 hingga 45 tembakan menyerbu Israel dari Lebanon Kamis pagi. Seorang pria dibawa ke rumah sakit dalam kondisi sedang dengan luka-luka akibat pecahan peluru.