Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup merana pada akhir perdagangan Rabu (9/10/2024), setelah sempat mencoba untuk melanjutkan penguatannya yang sudah terjadi dua hari beruntun pada awal sesi I hari ini.
Hingga akhir perdagangan, IHSG melemah 0,74% ke posisi 7.501,28. IHSG masih berada di level psikologis 7.500.
Nilai transaksi indeks pada hari ini mencapai sekitar Rp 13 triliun dengan melibatkan 34 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,2 juta kali. Sebanyak 237 saham terapresiasi, 334 saham terdepresiasi, dan 228 saham stagnan.
Secara sektoral, sektor energi dan properti menjadi yang paling besar koreksinya dan menjadi penekan terbesar IHSG pada hari ini, yakni mencapai 0,76%.
Sementara dari sisi saham, dua emiten perbankan raksasa yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi penekan IHSG pada akhir perdagangan hari ini yakni masing-masing mencapai 8,9 dan 7,2 indeks poin.
IHSG berbalik melemah karena cenderung masih terbebani oleh sentimen eksternal, meski ada sedikit kabar baik bahwa investor asing cenderung kecewa dengan pemerintah China yang tak kunjung memberikan stimulus ekonomi.
Pasar masih memantau perkembangan dari geopolitik di Timur Tengah, sentimen stimulus ekonomi China, dan pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC).
Sebagaimana diketahui, perang Arab bisa makin memanas khususnya pasca Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (AS), Pentagon, mengancam Iran.
Israel telah menyatakan akan membalas serangan Iran ke negara tersebut yang terjadi pada awal pekan lalu. Militer Iran pun dilaporkan telah mempersiapkan setidaknya sepuluh skenario untuk menghadapi serangan tersebut.
Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi mengatakan bahwa Iran tidak mencari ketegangan dan perang. Namun jika Israel ingin ‘menguji negeri tersebut, mereka siap.
Ketegangan di Timur Tengah yang tiada henti bisa menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan Indonesia mengingat ada risiko yang harus dibayar investor saat ketidakpastian meningkat.
Di lain sisi, tampaknya pasar saham China mulai melandai setelah euforia pasar akan rencana pemberian stimulus ekonomi memudar. Pasar kecewa dengan pengumuman stimulus yang sangat dinanti-nantikan.
Investor berharap mendapatkan informasi lebih lanjut tentang bagaimana pemerintah berencana mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi pengumuman tersebut memberikan sedikit rincian.
Ketua Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional China, Zheng Shanjie, mengatakan bahwa dia sangat percaya negara itu akan mencapai tujuan ekonomi dan sosial tahun ini.
Namun, dia menambahkan tekanan penurunan pada ekonomi China juga semakin meningkat.
Pemerintah China telah berusaha meningkatkan kepercayaan dalam ekonomi terbesar kedua di dunia saat kekhawatiran meningkat bahwa negara itu mungkin gagal mencapai target pertumbuhan tahunan sebesar 5%.
Sebagai catatan, investor telah berbondong-bondong masuk ke saham China sejak pejabat mulai meluncurkan serangkaian langkah untuk meningkatkan ekonomi.
Rencana tersebut mencakup bantuan untuk industri properti yang terkena krisis, dukungan untuk pasar saham, pemberian uang tunai bagi masyarakat miskin, dan peningkatan belanja pemerintah.
Sementara itu, setelah pemotongan suku bunga sebesar 50 basis poin (bp) pada bulan lalu, para investor di Wall Street akan sangat memperhatikan apa yang akan disampaikan Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell.
Pihak The Fed akan memberikan pernyataan terkait arah kebijakan suku bunga acuan kedepannya pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Kamis dini hari nanti waktu Indonesia. Hal ini berpotensi berdampak signifikan pada sentimen pasar.
Sebagai informasi, pada September lalu, The Fed memangkas suku bunganya untuk pertama kalinya sejak Maret 2020 atau empat tahun lalu saat awal pandemi Covid-19.