Dampak perubahan iklim semakin terlihat di mana-mana, termasuk di Jakarta. Wilayah pesisir Jakarta Utara, misalnya, telah mengalami penurunan tanah yang sangat signifikan akibat fenomena tersebut.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) saat melakukan kunjungan ke Tanggul Pantai Muara Baru pada Senin (4/11/2024) kemarin.
“Bisa dilihat teman-teman, tingginya permukaan air ini sudah lebih tinggi dibandingkan rumah-rumah yang di sana,” kata AHY dalam kunjungan tersebut.
AHY mengatakan Muara Baru merupakan salah satu daerah dengan tingkat penurunan tanah paling parah, mencapai 10 cm per tahun. Dengan kondisi tersebut, ia memperkirakan dalam 10 tahun penurunan tahan di Muara Baru akan mencapai 1 meter.
Ia mengatakan fenomena penurunan tanah ini akan berdampak besar ke sekitar 20 ribu masyarakat yang tinggal di daerah itu. Salah satu dampak nyata yang dirasakan adalah banjir rob.
AHY berkata pembangunan tanggul memang bisa menjadi solusi, namun sifatnya hanya sementara. Dia mengatakan pemerintah perlu memikirkan solusi jangka panjang dari fenomena penurunan tanah ini.
“Kita perlu memproyeksikan bagaimana Jakarta 5, 10, 20 tahun ke depan apa yang menjadi tantangan kita, terutama kita tahu penduduk Jakarta ini besar dan padat,” kata dia.
Situasi di Belahan Dunia Lain
Meski begitu, dampak perubahan iklim telah membuka sejarah manusia di Bumi, di mana sebuah “dunia lain” di bawah es pun ditemukan.
Tanda “kiamat” pemanasan global ini terjadi karena pembakaran bahan bakar fosil yang menghasilkan kadar karbon dioksida dan gas rumah kaca lain di atmosfer. Akibatnya temperatur Bumi naik dan menjadi panas, hingga mencairkan es yang terjadi selama beberapa dekade terakhir.
Arkeolog menemukan bukti kehidupan manusia selama berabad-abad lalu. Salah satunya adalah penemuan jasad manusia yang terawetkan selama ribuan tahun atau dikenal sebagai Otzi yang ditemukan di pegunungan Alpen pada 1991.
Material-material barang di sekitar Otzi bisa langsung diteliti karena pengawetan yang dilakukan. Sebab tanpa diawetkan, material organik yang pernah hidup akan segera membusuk. Material itu termasuk serat tanaman, kayu, dan kulit.
Penemuan itu membawa para ilmuwan pada abad Neolitikum di Pegunungan Alpen. Ini meluncurkan bidang yang disebut arkeologi bongkahan es.
Selain itu, para arkeolog juga menemukan jejak manusia yang terkubur ribuan tahun lalu dari penelitian bongkahan es dan material yang digali di Eropa, Amerika Utara, dan Asia.
Misalnya temuan bukti manusia yang berburu dan menggembalakan rusa kutub sejak 6.000 tahun lalu. Penemuan berasal dari terowongan sepanjang 70 meter yang diukir di lapisan es Juvfonne di Norwegia.
Banyak artefak kuno yang akhirnya terlihat karena lapisan es yang mencair. Isinya adalah terkait perburuan hewan besar.
Temuan lain adalah di Pegunungan Rocky tahun 2007. Arkeolog Craig Lee menemukan artefak di lapisan es tertua yang pernah ditemukan, yakni sebuah alat untuk melempar anak panah atau lembing. Bagian poros depannya terbuat dari pohon muda kulit birch dan berasal dari 10.300 tahun berdasarkan penanggalan karbon.