Rupiah berhasil menguat tipis di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) bersamaan dengan wait and see rilis data estimasi kedua Produk Domestik Bruto (PDB) AS kuartal III-2024 pada Rabu (27/11/2024).
Melansir data Refinitiv, pada Senin (25/11/2024) rupiah melonjak hingga 0,03% berada di level Rp15.865/US$. Sepanjang hari, nilai tukar rupiah berfluktuasi di rentang Rp15.880/US$ hingga Rp15.840/US$.
Bersamaan dengan penguatan rupiah hari ini (25/11/2024) Indeks Dolar AS (DXY) alami pelemahan hingga 0,45% tepat pukul 15.00 ke posisi 107.073.
Selain didukung oleh pelemahan indeks dolar AS, penguatan rupiah hari ini juga didorong oleh rilis data penting AS yakni 2nd estimation Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III-2024 pelan ini Rabu (27/11/2024).
Sebelumnya, pertumbuhan PDB riil AS pada periode ini tercatat sebesar 2,8%, lebih rendah dari proyeksi pasar yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 3%.
Pada hari yang sama, data klaim awal dan klaim lanjutan tunjangan pengangguran AS juga dirilis. Jumlah klaim tunjangan pengangguran awal pada periode yang berakhir 16 November menurun sebesar 6.000 menjadi 213.000, angka terendah sejak April.
Jumlah ini jauh di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan menjadi 220.000. Data tersebut menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja AS tetap solid meskipun The Fed menerapkan kebijakan pengetatan moneter yang agresif.
Sementara itu, rata-rata klaim empat mingguan, yang memberikan gambaran lebih stabil, turun sebesar 3.750 menjadi 217.750.
Selain itu, data inflasi pengeluaran pribadi (PCE) untuk Oktober 2024 juga menjadi sorotan. Pada bulan sebelumnya, inflasi PCE AS tercatat meningkat 2,1% secara tahunan (yoy), lebih rendah dari kenaikan 2,3% di bulan Agustus yang telah direvisi, dan sesuai dengan ekspektasi pasar.
Untuk inflasi inti PCE, angkanya tetap di level 2,7% yoy pada September 2024, stabil dari Agustus dan lebih tinggi dari proyeksi 2,6%.
Pelaku pasar juga mencermati risalah Rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang dirilis pada hari yang sama. Data dan perkembangan ini memberikan gambaran yang lebih luas tentang kondisi ekonomi AS dan arah kebijakan moneter ke depan.