Emiten tekstil ternama di Indonesia yakni PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang pada hari ini.
Hal ini tertuang dalam putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Padahal, masih banyak masyarakat publik yang memegang saham SRIL. Berdasarkan laporan bulanan registrasi pemegang efek Per 30 September 2024, terpantau masyarakat yang masih menggenggam saham SRIL sebanyak 8.158.734.000 lembar saham atau setara dengan 39,89%.
Selain masyarakat, masih ada pengendali SRIL yakni PT Huddleston Indonesia yang menggenggam sebanyak 12.072.841.076 lembar atau setara dengan 59,03%.
Selain itu, ada dua saudara generasi kedua Keluarga Lukminto yakni Iwan Setiawan Lukminto dan Iwan Kurniawan Lukminto yang menggenggam masing-masing 0,53% dan 0,52%. Sisanya yakni dari Keluarga Lukminto lainnya yang hanya menggenggam 0,01%.
Adapun saham SRIL sendiri sudah disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 18 Mei 2021 hingga hari ini, di mana jangka waktu suspend saham yang terlalu lama dapat menyebabkan emiten ini berisiko mengalami penghapusan pencatatan saham atau delisting di lantai bursa.
Apalagi, dengan resmi dinyatakan pailitnya SRIL, membuat saham ini makin berpeluang untuk di-delisting-kan oleh BEI. Jika demikian, maka masyarakat publik yang masih menggenggam saham ini pun terancam mengalami kerugian sangat besar, karena mereka tidak dapat keluar atau melepas saham ini.
Sebelumnya per hari ini, PN Niaga Semarang menyatakan perusahaan tekstil SRIL atau Sritex pailit. Dalam putusan tersebut, Sritex, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada PT Indo Bharat Rayon, selaku pemohon, berdasarkan Putusan Homologasi tanggal 25 Januari 2022.
“Menyatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya pailit dengan segala akibat hukumnya,” mengutip petitum melalui SIPP PN Semarang, Kamis (24/10/2024).
Selain itu, pengadilan juga menyatakan batal Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor No. 12/ Pdt.Sus-PKPU/2021.PN.Niaga.Smg Tanggal 25 Januari 2022 mengenai Pengesahan Rencana Perdamaian (Homologasi).
Sritex sebetulnya bukan perusahaan kemarin sore dan sudah berdiri lebih dari 50 tahun.
Sejarah perusahaan Sritex tidak bisa terlepas dari sosok pendirinya, yaitu Haji Muhammad Lukminto (H.M Lukminto). Lukminto alias Le Djie Shin adalah peranakan Tionghoa yang lahir pada 1 Juni 1946. Dia memulai karir sebagai pedagang dengan berjualan tekstil di Solo sejak usia 20-an.
Kini, usaha H.M Lukminto dilanjutkan oleh generasi keduanya. Namun dari tahun ke tahun, Sritex tak mampu bertahan meski sudah beberapa kali upaya dilakukan oleh Keluarga Lukminto untuk menyelamatkan emiten tekstil ternama di Indonesia ini.
Sebelum putusan ini, Sritex sempat tenggelam karena terbentur utang yang menggunung. Hingga September 2022, total liabilitas SRIL tercatat US$1,6 miliar atau setara dengan Rp 24,66 triliun (kurs=Rp15.500/US$).
Jumlah tersebut didominasi oleh utang-utang yang memiliki bunga seperti utang bank dan obligasi. Jika benar-benar karam karena terbentur utang, maka Sritex bakal tinggal nama.