
Presiden Prabowo Subianto dalam waktu dekat akan resmi memperkenalkan superholding BUMN di Indonesia bernama Daya Anagata Nusantara (Danantara), beserta dengan besaran dana kelolaannya.
Prabowo sebetulnya juga telah menunjuk Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan 2012-2017 Muliaman Hadad sebagai Kepala Badan Pengelolaan Investasi Danantara untuk mengelola dana investasi di luar APBN melalui skema Sovereign Wealth Fund (SWF).
Wakil Menteri Keuangan III Anggito Abimanyu mengatakan, Danantara nantinya akan superhoding BUMN yang mengkonsolidasikan aset-aset berbagai BUMN untuk dijadikan sebagai kendaraan investasi pemerintah untuk mendongkrak atau leverage aset itu.
“Nanti akan diumumkan sendiri oleh Pak Presiden berapa dana yang kita kumpul dari saham kita, di capital kita, di Pertamina, di PLN, di BUMN-BUMN, dana pensiun dan sebagainya. Itu kan kalau sendiri-sendiri kan enggak bisa apa-apa,” kata Anggito dalam acara Orasi Ilmiah Dies Natalis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (28/10/2024).
Meski aset-aset itu dijadikan sebagai modal untuk meleverage kekayaan yang dimiliki Indonesia melalui investasi, Anggito memastikan pemerintah tidak akan menjadikannya sebagai sumber dana untuk belanja dalam APBN, karena sifat dananya non tunai.
“Jadi ini satu super holding, enggak dipakai duitnya, jangan salah loh, jangan salah, enggak dipakai duitnya, ini kan non-cash ya, tapi bisa menambah dana, bisa menarik investasi dari luar dalam jumlah yang cukup besar,” kata Anggito.
Anggito menekankan, superholding Danantara ini akan didesain seperti SWF negara lain, misalnya Norges Bank Investment Management (NBIM) Norwegia yang menjadi pengelola dana investasi terbesar dunia senilai US$ 1.700 miliar.
Lalu, China Investment Corporation (CIC) juga akan dijadikan SWF percontohan juga dengan Asset Under Management (AUM) senilai US$ 1.240 miliar, demikian juga dengan Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) yang mengelola dana US$ 993 miliar, dan Public Investment Fund (PIF) Arab Saudi US$ 847 miliar.
Adapula Qatar Investment Authority (QIA) yang menjadi percontohan dengan kelolaan dana senilai US$ 765 miliar, National Wealth Fund (NWF) Rusia US$ 510 miliar, Superholding Temasek di Singapura dengan kelolaan dana US$ 332 miliar, Kuwait Fund for Arab Economic Development (KFAED) US$ 302 miliar, dan Khazanah milik Malaysia US$ 30 miliar.
“Jadi ini dana yang tidak liquid.
Tapi kalau kita kumpulkan kan kita menjadi superholding yang solvent ya, yang bisa menarik dana dari tempat lain. Jadi ini yang nanti akan membiayai proyek-proyek strategis,” ucap Anggito.
Sebelumnya, Muliaman juga sudah menyebut tugas dan wewenang BP Investasi Danantara akan berbeda dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara yang dipimpin oleh Erik Thohir, namun akan serupa dengan SWF yang sebelumnya telah didirikan RI yakni Indonesia Investment Authority (INA).
“Bedanya [dengan Kementerian BUMN] saya kira [terkait] dengan pengelolaan investasinya, mirip-mirip seperti INA tapi BP Investasi Danantara lebih besar,” terang Muliaman.
Muliaman mengungkapkan nantinya akan ada konsolidasi aset sehingga entitas baru dapat didirikan dan akan berdiskusi dengan kementerian terkait untuk bagaimana lembaga ini harus diwujudkan. Dirinya menampik bahwa seluruh saham-saham yang dimiliki Kementerian BUMN akan dilepas ke badan baru yang Dia pimpin.
Kemudian, Muliaman juga masih belum bisa memastikan apakah SWF RI yang telah berdiri sebelumnya, INA, akan berada di bawah naungan BP Investasi Danantara. Sebagai informasi, Singapura memiliki dua SWF yang bekerja di dua koridor yang relatif berbeda. Selain Temasek, Singapura juga memiliki SWF lain yakni GIC.
Dirinya mengungkapkan pendirian badan baru ini akan digunakan untuk meningkatkan leverage setelah seluruh aset-aset yang sebelumnya terpencar-pencar dapat dikonsolidasi.
Muliaman menegaskan Kementerian BUMN tetap ada bersama BP investasi Danantara, namun tidak dapat memberikan kepastian di masa depan.
“[Kementerian BUMN] tetap ada, tapi jangka panjangnya belum tahu kita,” sebut Muliaman.