Pemerintah Prancis mengumumkan “bencana alam luar biasa” untuk wilayah Mayotte yang dilanda topan ganas. Negeri itu juga akan memastikan “pengelolaan krisis yang lebih cepat dan lebih efektif” di pulau Afrika dekat Selat Mozambik yang masih bagian dari departemen luar negeri Prancis tersebut.
“Tindakan tersebut akan memungkinkan otoritas lokal dan nasional untuk bereaksi lebih cepat sambil menyederhanakan prosedur administratif tertentu”, kata Menteri Wilayah Seberang Laut Prancis, Francois-Noel Buffet, dikutip AFP, Kamis (19/12/2024).
Mayotte sendiri dihantam kehancuran total akibat Siklon Chido di kepulauan Samudra Hin
dia. Pejabat Prancis mengatakan ratusan bahkan ribuan orang bisa meninggal meski hingga Rabu, baru 31 korban tewas tercatat di rumah sakit.
“Tragedi Mayotte mungkin merupakan bencana alam terburuk dalam beberapa abad terakhir dalam sejarah Prancis,” kata Perdana Menteri (PM) Francois Bayrou.
Hingga Rabu tim penyelamat terus berusaha menemukan korban selamat di reruntuhan daerah kumuh sambil juga membuka blokir jalan dan membersihkan puing-puing. Buldoser membersihkan heliport satu-satunya rumah sakit di pulau itu, sementara penduduk sibuk memperbaiki gubuk-gubuk mereka yang terbuat dari lembaran logam.
Menurut para ahli meteorologi, Siklon Chido adalah yang terbaru dalam serangkaian badai di seluruh dunia yang dipicu oleh perubahan iklim. Para ahli mengatakan badai musiman semakin kuat karena air Samudra Hindia yang lebih hangat, sehingga memicu angin yang lebih cepat dan lebih merusak.
Pengumuman “bencana alam luar biasa” akan berlaku selama sebulan. Tindakan ini bisa diperbaruhi dua bulan setelahnya.
“Yang saya khawatirkan adalah jumlah korban akan terlalu tinggi,” kata Menteri Dalam Negeri Prancis Bruno Retailleau.
Terletak di dekat Madagaskar di lepas pantai Afrika tenggara, Mayotte adalah wilayah termiskin di Prancis. Mayotte secara resmi memiliki 320.000 penduduk, tetapi pihak berwenang memperkirakan angka sebenarnya 100.000 hingga 200.000 lebih tinggi jika memperhitungkan migran tidak berdokumen.
Akibat badai layanan kesehatan di seluruh Mayotte hancur berantakan, sementara layanan listrik dan telepon seluler terputus. Bandara ditutup untuk penerbangan sipil sementara pertanyaan tentang bagaimana memastikan pasokan air minum telah menimbulkan kekhawatiran yang meningkat.
“Seperti mesin penggilas yang menghancurkan segalanya,” kata seorang guru Mayotte yang menolak menyebutkan nama lengkapnya, Nasrine.
“Semua orang bergegas ke toko untuk membeli air,” kata Ali Ahmidi Youssouf, seorang warga berusia 39 tahun yang berjalan di jalan dengan beberapa botol di tangannya.
Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron akan berada di Mayotte pada hari Kamis ini. Macron awalnya dijadwalkan untuk mengambil bagian dalam pertemuan puncak Brussels dengan para pemimpin Uni Eropa tetapi mempersingkat perjalanannya untuk pergi ke Mayotte.