Houthi Yaman Bombardir Israel, Arab Saudi Malah Uring-uringan

Sebuah bendera Arab Saudi berkibar di atas gedung konsulat di Istanbul pada 17 Oktober 2018. - Konsul Arab Saudi untuk Istanbul Mohammed al-Otaibion pada 16 Oktober 2018 meninggalkan kota Turki menuju Riyadh dengan penerbangan terjadwal, kata laporan, saat Turki bersiap untuk menggeledah kediamannya dalam penyelidikan hilangnya jurnalis Jamal Khashoggi. (OZAN KOSE/AFP via Getty Images)

Ketegangan di Timur Tengah semakin memuncak setelah kelompok Houthi Yaman mengklaim telah mengakuisisi rudal hipersonik yang mampu menembus pertahanan udara Israel. Saudi Arabia, yang mendukung pemerintah Yaman dalam melawan Houthi, menyerukan tindakan lebih tegas untuk menghentikan pasokan senjata kepada kelompok tersebut, terutama yang diduga berasal dari Iran.

Saudi Arabia meyakini bahwa Iran telah memasok senjata kepada Houthi, termasuk yang digunakan dalam serangan terhadap kapal-kapal komersial di Laut Merah.

Serangan tersebut telah mengurangi lalu lintas kapal di Laut Merah hingga setengahnya, yang berdampak pada meningkatnya biaya transportasi maritim dan merusak perekonomian Mesir akibat gangguan di Terusan Suez.

Sementara itu, di ibu kota Houthi, Sana’a, para pemimpin kelompok tersebut merayakan serangan yang mereka klaim terhadap Israel. Serangan tersebut mendarat di area terbuka dekat Bandara Internasional Ben Gurion, dan Houthi mengklaim bahwa teknologi rudal itu dikembangkan oleh teknisi Yaman sendiri.

Mereka juga berjanji akan melancarkan lebih banyak serangan di masa depan.

Sebelum serangan ini, Houthi sudah pernah meluncurkan peringatan akan adanya serangan terhadap Israel. Meskipun demikian, serangan rudal Houthi sebelumnya belum berhasil menembus jauh ke wilayah udara Israel. Salah satu serangan yang berhasil mengenai wilayah Israel terjadi pada bulan Maret, ketika rudal jatuh di area terbuka dekat pelabuhan Eilat di Laut Merah.

Serangan lain dengan drone buatan Iran pada bulan Juli di Tel Aviv menewaskan satu orang dan melukai 10 lainnya. Israel menggunakan sistem pertahanan Arrow dan Iron Dome untuk menghadapi rudal Houthi pada hari Minggu, namun belum diketahui apakah upaya pencegahan tersebut berhasil.

Houthi, kelompok Syiah yang menguasai Sana’a sejak 2014, diduga menggunakan varian Qadr F dari rudal balistik jarak menengah Qadr-110 atau Ghadr-110 buatan Iran. Iran telah beberapa kali dituduh, termasuk oleh PBB, memasok senjata kepada Houthi untuk digunakan melawan pemerintah Yaman yang didukung Saudi di Aden.

Meskipun kampanye pengeboman intensif oleh Saudi pada tahun 2016, Houthi sulit disingkirkan dan bahkan mampu melancarkan serangan drone ke Arab Saudi.

Meskipun ada gencatan senjata di Yaman, ancaman kembalinya perang saudara besar-besaran tetap ada. Utusan khusus PBB untuk Yaman, Hans Grundberg, menyatakan di hadapan Dewan Keamanan PBB bahwa situasi ini masih rapuh.

Mantan kepala intelijen dan diplomat Saudi, Turki al-Faisal, mengungkapkan kekecewaan Saudi terhadap bantuan Iran kepada Houthi. Ia menyerukan aksi internasional yang lebih kuat untuk menghentikan pasokan senjata ke Houthi. Faisal juga menyoroti bahwa serangan terbatas yang dilakukan oleh pasukan AS dan Inggris di Laut Merah terhadap posisi Houthi belum cukup efektif.

“Kami telah melihat pengerahan armada Eropa dan AS di sepanjang pantai Laut Merah dan masih banyak yang dapat dilakukan di sana untuk menghalangi pasokan persenjataan yang datang ke Houthi dari Iran,” katanya, dilansir The Guardian, Senin (16/9/2024).

“Menekan Iran oleh masyarakat dunia dapat berdampak positif pada apa yang dapat dilakukan Houthi dalam meluncurkan rudal dan pesawat nirawak ini untuk menyerang perdagangan internasional.”

Faisal mengkritik Iran karena terus campur tangan di negara-negara Arab seperti Lebanon, Suriah, Irak, dan Yaman, serta Palestina. Menurutnya, Iran belum memenuhi kesepakatan diplomatik yang dibuat dengan Saudi dua tahun lalu di China. Dia juga menekankan bahwa Houthi kini mengancam stabilitas dunia di pintu masuk Bab al-Mandab ke Laut Merah, sementara Iran belum menunjukkan upaya nyata untuk menstabilkan kawasan tersebut.

Meskipun demikian, Saudi Arabia tidak ikut serta dalam serangan militer AS karena mereka berupaya menyelesaikan konflik Yaman melalui jalur diplomatik untuk membentuk pemerintahan nasional.

kas138

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*